Dinas Pariwisata Jepang Bingung Soal Sertifikasi Halal

  • dedi   Jumat, 05 September 2014

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Dinas Pariwisata Jepang kini merasa kebingungan dengan semakin banyaknya wisatawan muslim hadir di Jepang. Bukan karena jumlah wisatawan, tetapi persiapan menghadapi kedatangan kalangan muslim ini terutama mengenai makanan halal yang ternyata tidak ada standar internasional untuk makanan halal sehingga memusingkan mereka. Padahal Jepang adalah negara standar sertifikasi yang berusaha membuat ketentuan standar secara adil untuk kepentingan bersama.

"Benar sekali kami kepusingan saat ini karena bingung bagaimana membuat standar halal, sementara di berbagai negara memiliki sertifikat halal sendiri-sendiri, tak ada sertifikat halal internasional yang berlaku bagi semua negara," papar sumber Tribunnews.com, Jumat (5/9/2014) pagi.

Diakuinya memang saat ini ada NPO (Yayasan) Asosiasi halal Jepang, ada pula asosiasi Muslim Jepang, gerakan "Muslim-friendly" ada pula "Muslim Wellcome" dan berbagai kelompok muslim, tetapi tak ada yang memiliki standar untuk sebuah sertifikat halal.

"Kami juga tahu misalnya ada sertifikat halal di Malaysia dan ada sertifikat halal di Indonesia, yang satu sama lain tak bisa digunakan secara resmi di kedua negara tersebut karena mungkin memiliki perbedaan pandangan atau persyaratan. Itu baru dua negara, bagaimana dengan negara-negara di Timur Tengah dan sebagainya? Jadi terus terang kami bingung saat ini," ungkapnya.

Meskipun demikian pihak pariwisata Jepang tidak berhenti sampai kepada kebingungan. Mereka telah memulai survei dengan bantuan berbagai pihak sampai dengan Maret 2015 untuk melihat di lapangan, di masyarakat dan pada akhirnya merumuskan standar halal yang mungkin mendekati persyaratan kalangan muslim dunia.

Sementara itu Raymond Hitomi (36) dari Asosiasi Halal Jepang mengatakan bahwa sebenarnya saat ini jangan dulu menekankan kepada sertifikat halal.

"Banyak lembaga membuat sertifikasi di Jepang. Sebaiknya jangan dimulai dari soal sertifikasi tetapi kita perlu melihat dulu sistem otentikasi secara keseluruhan dari Jepang. Hal ini penting dari situasi saat ini. Kalau tidak demikian ditakurkan dapat menyebabkan penurunan kepercayaan dari masyarakat," katanya.

Oleh karena itu Dinas Pariwisata Jepang akan menyelidiki mekanisme otentikasi dan jumlah lembaga sertifikasi saat ini sampai dengan Maret tahun depan.

"Pengumpulan informasi untuk memperbaiki lingkungan pariwisata," tambah sumber itu lagi.

Oleh karena itu saat ini pihak pemerintah Jepang akan lebih memusatkan perhatian kepada berbagai upaya dasar terlebih dulu seperti memperdalam pemahaman tentang koki halal, makanan dan minuman halal dan mekanisme lain.

Selanjutnya sumber itu pun mengatakan bahwa wisatawan muslim yang datang ke Jepang menjadi agak berubah, menyesuaikan dirinya dengan situasi kondisi yang ada di Jepang. Misalnya soal minuman alkohol yang dilarang Islam. Di Jepang karena negeri minuman alkohol, tidak sedikit yang minum alkohol seperti sake yang jelas itu mengandung alkohol.

"Jadi terus terang bingung juga saya," katanya.

 

(Sumber:http://www.tribunnews.com)