KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA YANG KE 72 PRODUK HALAL BELUM MERDEKA

  • redaksi   Jumat, 11 Agustus 2017

UNPAB-Medan: Indonesia termasuk Negara berpenduduk mayoritas Islam yang dihormati dan dipandang tinggi oleh negara Islam yang lain. Ini karena hukum-hukum Iislam yang mulai diterapkan di berbagai bidang di Indonesia. Perkembangan dalam perdagangan makanan juga tidak ketinggalan, makanan dengan Label Halal mulai dilirik oleh seluruh orang baik muslim maupun non muslim.

Industri makanan halal di Indonesia menunjukkan potensi yang besar dari segi peningkatan keuntungan melalui peluang bisnis yang dapat ditelusuri dalam pasar produk halal ini. Selain itu, kini permintaan terhadap pasar makanan halal yang diperkirakan meningkat menyusul peningkatan jumlah penduduk yang semakin besar mencapai 255 juta jiwa pada tahun 2015 ini. Dengan komposisi 85% penduduk muslim atau sekitar 216 juta penduduk muslim.

Dr. H. Muhammad Isa Indrawan, SE, MM, Rektor Universitas Pembangunan Panca Budi, mengharapkan Badan Penyelenggara Produk Halal (BPJPH) mengedepankan sisi transparansi dan kemudahan dalam pengurusan proses pengajuan sertifikasi halal oleh industri. Selain sisi transparansi, kecepatan pelayanan juga perlu diperbaiki lagi agar tidak ada persepsi badan baru ini sama dengan yang sebelumnya mengurus sertifikasi halal.

Seperti diketahui, saat ini pemerintah masih menggodok Peraturan Pemerintah sebagai petunjuk teknis pelaksanaan Undang-Undang Jaminan Produk Halal. Pemerintah masih menyusun komposisi pengurus dan petunjuk teknis sertifikasi halal. “Tentu BPJPH sebagai lembaga pemerintah harus mendorong efisiensi, sertifikasi halal yang merupakan nilai tambah dalam persaingan global. Namun tidak menjadi beban baru bagi daya saing industri Indonesia."

Industri makanan dan minuman sangat mendukung jaminan produk halal. Alasannya, potensi pasar halal sangat besar namun harus dibedakan antara potensi pasar dengan kewajiban halal. Menurutnya, yang perlu dibangun bersama, adalah bagaimana jaminan halal itu berlaku dari hulu sampai hilir. Persepsi pengurusan sertifikasi halal yang harus mengantri dan berbelit, diharapkan juga bisa ditepis lembaga BPJPH sehingga industri bisa yakin untuk terlibat mengurus sertifikasi.  Dari sisi kecepatan dan waktu, lanjut Isa Indrawan, memang relatif, sebab akan bergantung kesiapan perusahaan sendiri. Yang penting, batasan waktu pengurusan sampai keluar sertifikasi, harus juga merujuk undang-undang. Sehingga tidak ada kesan bertele-tele dan lambat. "Di UU baru sudah ada batasan waktunya," tegas Isa Indrawan.

Kemudian, hal lain, BPJPH sendiri juga harus memerhatikan para pengusaha skala kecil menengah agar juga bisa mengurus sertifikasi halal dengan mudah dan murah karena bisa menjadi nilai lebih bagi produk jasa yang diberikan ke konsumen. Namun, sertifikasi semata selembar kertas yang lebih penting lagi kepastian bagi pengusaha dan industri.

"Bantuan ke UKM tidak sekadar sertifikasi. Karena sertifikat hanya selembar kertas. Yang penting bagaimana sertifikat jaminan halal dilaksanakan sehingga jaminan halal bisa dipastikan," tegas Dr. Isa Indrawan.

Di sisi lain, Isa Indrawan berharap, agar penerapan sertifikasi halal tidak bersifat mandatory alias voluntary saja. Bukan untuk semua produk dan jasa. "BPJPH memikirkan mandatory halal bukan untuk semua produk dan jasa namun bagi yang menyatakan produk/jasanya halal," pungkasnya.

“Dan sehubungan dengan menjelang peringatan 72 tahun Kemerdekaan RI, perkenankan saya mengajak kepada seluruh anak bangsa, marilah kita syukuri dan maknai kemerdekaan ini dengan menjadikan label halal menjadi jaminan keberlanjutan produk dan jasa Indonesia kedepannya,” tutur Dr. Muhammad Isa Indrawan.

Oleh karena itu, jelas Dr. Isa Indrawan, kita harus berpegang-teguh kepada perjanjian suci para pendiri bangsa, dengan memelihara komitmen moral untuk bersama-sama mempertahankan NKRI berdasarkan Pancasila. Dalam kaitan ini, menurut tokoh pendidik yang mumpuni ini, paling tidak ada sepuluh watak budaya merdeka, disebut Dasa Watak, yang perlu menjadi budaya baru bangsa Indonesia. Diantaranya, merdeka dari kebiasaan mementingkan diri sendiri atau kelompok, dengan mengedepankan kepentingan publik dan kepentingan bangsa yang lebih luas. Merdeka dari tirani rasa benar sendiri, menjadi anak bangsa yang toleran dan menghargai perbedaan.

Selanjutnya, merdeka dari sifat-sifat feodalisme dan primordialisme, mejadi egalitarian, yang menempatkan sesama anak bangsa dalam posisi dan perlakuan yang sama. Juga merdeka dari budaya yang hanya mencela belaka, dengan membangun budaya menghargai upaya dan hasil karya orang lain. Termasuk juga merdeka dari budaya nepotisme dengan mengedepankan budaya meritokrasi atau prestasi. Diakhir pertemuan ini Dr. Muhammad Isa Indrawan, mengucapkan, “Selamat Hari kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 2017, semoga Indonesia tetap Berbudaya dan bermartabat.”