Diskusi Ilmiah FH Unpab Revisi UU KPK Harus Dilakukan Terbatas

  • redaksi   Kamis, 02 Juli 2015

Medan-UNPAB:Mencermati pelemahan dan perlawanan yang dilakukan oknum atau kelompok masyarakat kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sesungguhnya tidak ada hal yang berhubungan dengan tugas dan kewenangan KPK sebagai alasan untuk mengubah Undang-Undang (UU) No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Korupsi.
 
Tapi karena perubahannya sudah masuk sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR, diharapkan revisi UU KPK harus dilakukan secara terbatas, transparan dan melibatkan organisasi kemasyarakatan penggiat antikorupsi secara aktif, sehingga terhindar dari upaya-upaya pelemahan KPK.
 
Demikian salah satu kesimpulan dari diskusi ilmiah bertajuk “Urgensi Perubahan UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Korupsi” yang digelar Fakultas Hukum (FH) Universitas Pembangunan Panca Budi (Unpab) Medan, di Kampus Unpab, Jalan Gatot Subroto Km 4,5 Medan, Selasa (30/6) sore. Diskusi ilmiah menampilkan narasumber Syahminul Siregar SH, MH, dosen tetap FH Unpab.
 
Hadir dalam diskusi itu Rektor II Unpab Dra Hj Irma Fatmawati SH, MH, Ketua Program Studi (Prodi) Ilmu Hukum Dina Andiza SH, MH, praktisi hukum Nur Alamsyah SH, MH, Panitia Syahranuddin, dan para dosen dan mahasiswa FH Unpab.   
 
Syahminul Siregar mengatakan, memang ada upaya pelemahan dan perlawan dilakukan oknum atau kelompok masyarakat kepada KPK. Bentuk pelemahan dan perlawanan itu antara lain dengan upaya perubahan UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK. Kemudian mempersulit penggunaan anggaran KPK. Lalu menyebut KPK sebagai lembaga superbody.
 
Selain itu, melakukan uji materi UU KPTK ke MK. Membenturkan kepentingan antara lembaga penegak hukum dengan KPK, dan pengajuan permohonan praperdilan oleh orang-orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
 
Padahal, kata Syahminul, tugas dan kewenangan KPK yang dipandang perlu diubah oleh sebahagian pihak, masih dapat diselesaikan dengan menggunakan kewenangan lembaga Negara yang bersentuhan dengan tugas dan kewenangan KPK seperti Mahkamah Agung (MA) dengan kwenangannya menerbitkan Surat Edaran MA dan Peraturan MA dan Presiden dengan kewenangannya menerbitkan Keputusan Presiden atau Peraturan Pemerintah yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhannya.
 
“Jika dasar menggunakan kewenangan MA dan Presiden dipandang tidak memenuhi syarat, masih dapat ditempuh dengan upaya hukum lainnya, yaitu dengan mengajukan uji materi UU KPK ke MK,” kata dosen FH Unpab ini.
 
Mengingat perubahan UU KPK sudah masuk Prolegnas DPR, tambah Syahminul, perubahan UU KPK hendaknya dilakukan secara terbatas agar terhindar dari upaya pelemahan KPK.
Tugas dan kewenangan KPK yang dapat diubah meliputi: Pertama, penegasan tentang penyelidik, penyidik dan pengangkatan penyelidikan penyidik KPK sama kedudukannya dengan penyidik Polri dan hanya loyal kepada KPK.
 
Kedua, penegasan batas waktu penetapan tersangka ke penuntutan. Ketiga, penegasan jaksa penuntut umum (JPU) dan pengangkatan JPU KPK sama kedudukannya dengan JPU kejaksaan dan hanya loyal kepada KPK.
 
Keempat, penegasan dan pengertian kewenangan kolektif kolegial komioner KPK. Kelima, ketentuan penetapan tersangka kepada komisioner KPK terhadap tindak pidana yang dilakukan sebelum komisioner KPK atau pada saat sebagai komisioner KPK berhubungan dengan telah dilakukan uji publik pada saat seleksi calon komisioner KPK.
 
“Dan keenam, penegasan pemberhentian sementara dan pemberhentian tetap komisioner KPK tidak dilakukan pada saat menjalankan tugas dan kewenangan sebagai komisioner KPK,” urai Syahminul.
Ketua Prodi Ilmu Hukum FH Unpab  Dina Andiza SH, MH mengharapkan, diskusi hukum ini menjadi masukan dan saran bagi pemerintah di tengah-tengah gonjang ganjing revisi UU KPK. “Kami berharap, ke depan tidak ada lagi tumpang tindih dan saling jegal sesama institusi pemberantasan korupsi,” katanya seraya mengatakan, diskusi ilmiah akan digelar secara rutin dengan tema yang berbeda-beda. (HAM)